Perempuan Hebat!

Perempuan adalah pondasi negara

Seringkali perempuan menganggap rendah kemampuannya sendiri. Seringkali perempuan yang menginginkan sukses cenderung di jauhi dan dibenci oleh perempuan lainnya bahkan oleh laki-laki sekalipun. Banyak stigma negatif melekat pada perempuan yang menginginkan sukses dalam dirinya, mungkin sebutan wanita karir lebih tepat untuk perempuan semacam itu.

Ya, perempuan karir. Eh perempuan atau wanita karir? Aku masih belum tau dimana letak perbedaan antara sebutan wanita dan perempuan. Apakah di usia? Atau dimana? Yang aku tau perempuan dan wanita memiliki gender yang sama. Tapi disini aku akan lebih menggunakan kata perempuan ketimbang wanita. Kenapa? Ya karena pembahasan kita lebih pada keperempuanan bukan pada kewanitaan.

Perempuan karir selalu mempunyai stigma negatif dalam kalangan masyarakat, banyak yang menganggapnya ia terlalu ambisius dan menganggap perempuan lain sebagai saingannya, pengen menang sendiri, suka membandingkan, bahkan untuk rencana pernikahan pun tidak terlintas dipikirannya sama sekali. Perempuan semacam ini seperti mendapatkan tempat kotor di masyarakat, hampir sama kotornya dengan seorang  pelacur. Letak perbedaannya dalam paradigma seksualitas adalah jika perempuan karir tidak terpikirkan hal ikhwal tentang pernikahan. Tetapi jika pelacur, itu telah menjadi pekerjaannya bahkan tanpa syarat menikah.

Tetapi disini kita tidak akan memandang kedua pekerjaan itu sebagai suatu hal yang negatif, dengan kata lain kita tidak menganggap rendah apa yang menjadi pekerjaan perempuan tersebut. Karena pada hakikatnya perempuan itu mulia, maka kita harus memuliakan sekalipun terhadap pekerjaannya. Jika berdasarkan hakikat perempuan itu mulia, maka apakah perempuan itu sendiri bisa menjaga kemuliaannya dengan melakukan hal-hal yang mulia pula? Kemuliaan itu didapat dari bagaimana perempuan itu bisa menjaga dirinya dari berbagai serangan yang datang. Perempuan itu menarik, banyak yang tertarik, bukan hanya laki-laki bahkan sesama perempuan pun saling tarik menarik. Mengapa bisa terjadi? Ya, berawal dari stigma negatif masyarakat yang memandang perempuan dalam pekerjaannya karena menganggap dirinya tidak menjalani kodratnya sebagai seorang perempuan sehingga muncullah syndrome saling membandingkan dan berimplikasi pada saling menjatuhkan antara perempuan satu dengan perempuan lainnya.

Perempuan-perempuan yang ceritakan diatas adalah perempuan mulia yang menginginkan kemerdekaan didalam dirinya. Mereka tidak gengsi terhadap apa yang mereka lakukan, karena mereka sedang berjuang, tidak boleh ada kata gengsi dalam sebuah perjuangan. Perempuan-perempuan itu sedang berjuang, berjuang melawan malu, berjuang melawan kemiskinan, berjuang melawan kebodohan, perjuangan melawan penindasan, dan perjuangan-perjuangan lainnya yang merujuk pada kesetaraan gender. Mereka menyadarkan dan membuktikan bahwa perempuan bukan hanya berkutat pada seksualitas semata, bukan hanya pada dapur, sumur, dan kasur tetapi mereka pun harus bergerak diluar kebutuhan itu supaya tidak di remehkan ataupun ditindas oleh kapitalis. Aku sebut kapitalis? Ya, karena mereka berkuasa atas dirinya dan menindas orang-orang yang mereka anggap remeh. Perempuan itu ingin kesetaraan!

Perempuan-perempuan yang mendapat stigma negatif dalam pekerjaannya adalah perempuan yang juga mulia, mereka melakukan itu karena dengan merdeka dan riang gembira. Jika memang mereka tidak merdeka atau terpaksa melakukan itu, mereka pasti akan melawan keterpaksaan itu demi keikhlasan yang riang gembira. Keterpaksaan itu muncul akibat bentuk penjajahan atas diri perempuan dikarenakan ada hal yang belum terpenuhi atau ada hal yang dirampas. Banyak hal soal itu, namun aku tidak akan membahas penjajahan atas perempuan dan akan ku bahas ditulisanku selanjutnya. Yang terpenting adalah Indonesia telah menjamin kebebasan berserikat dalam amanah UUD pasal 28E ayat (3). Maka perempuan-perempuan yang merasa dirinya masih terjajah dapat berkumpul untuk menyatukan visi dan saling membahu, gotong royong melawan dan merebut kembali hak atas kemerdekaannya. Dalam sejarah Indonesia, telah banyak organisasi-organisasi perempuan, seperti Putri Merdika pada tahun 1912, organisasi Pendidikan Kautamaan Istri yang digagas oleh Dewi Sartika pada tahun 1904, Perikatan Perhimpunan Istri Indonesia pada tahun 1929, Putri Indonesia, dan organisasi-organisasi keperempuanan lainnya yang kesemuanya itu saling berjuang demi mendapatkan hak atau kemerdekaannya.

Kemunculan organisasi-organisasi perempuan itu merupakan bentuk realisasi dari cita-cita Raden Ajeng Kartini untuk memperjuangkan kedudukan sosial perempuan. Bergeraknya organisasi-organisasi perembuan pasti mengalami jatuh bangun. Dan jatuh bangunnya organisasi-organisasi perempuan di Indonesia menyadarkan kita bahwa tidak ada yang mau atau pantas diperlakukan sebagai warga negara kelas dua karena jenis kelaminnya, atau identitas-identitas primordial lain yang dimilikinya. Karena Negara Republik Indonesia didirikan adalah bertujuan untuk membebaskan semua warganya dari segala bentuk penindasan dan praktek diskriminasi.


"Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, untuk pembelajaran bagi penulis. Bisa coret di kolom komentar! Kami ucapkan terimakasih karena telah membaca. Berkah manfaat selalu. Aaamiiinn"

2 Komentar

  1. Alur pemikirannya bagus.. semangat terus untuk menulis sahabat 🙏sukses

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waaahh.. terimakasih Mbak Linda. Semoga kesuksesan kembali ke njenengan

      Hapus
Lebih baru Lebih lama