![]() |
Potret pendidikan Indonesia |
Seperti atau bahkan sudah terjadi di
negeri yang katanya demokrasi, para elit pemerintahan juga mengatakan bahwa
humanisasi menjadi dasar bagi kesejahteraan negeri ini. Kemanusiaan yang adil
dan beradab menjadi dasar penopang masyarakat, tapi kenyataannya esensi dari
kata dasar itu hanya tinggal sajak indah yang di gaung-gaungkan para elit di
tanah air ini. Begitupun halnya dengan tumpuan pondasi dan pedoman bangsa ini
dalam mencetak generasi emasnya. Kiranya dimensi ini dari mulai berdirinya bangsa
sampai zaman yang katanya modern yang ditandai dengan empiris dan
rasionalitasnya belum mencapai tujuan sejati dimensi ini apalagi kalau bukan
pendidikan.
Memang dalam pemerintahan seiring
pergantian presiden, perombakan kabinet akan selalu terjadi tak lain halnya
dengan pergantian pemegang kementerian pendidikan beserta aturan-aturan nya
akan diganti pula mulai dari kurikulum, sistem sampai pengajarnya akan dikenai
aturan tersebut. Namun realita yang dihasilkan kiranya belum menampakkan hasil.
Wajah dunia pendidikan masih memperlihatkan kekusamannya. Selalu menjadi
pertanyaan apakah sistem kurikulum yang dibuat pemerintah kurang tepat
sehingga tidak cocok dengan selera generasi kita? mungkin apakah tenaga
pendidik bangsa ini yang kurang kompeten dalam menyumbangkan kompetensinya pada
dunia pendidikan? Atau mungkin malah generasi muda kita yang malas dan
tidak peduli akan pendidikan bagi dirinya?. Banyak sekali orang yang
mempertanyakan tiga pertanyaan dasar tersebut mulai dari sistemnya, gurunya
atau malah muridnya sendiri. Tiga pertanyaan dasar ini memang sangat perlu
untuk dilakukan refleksi, terus dari hasil perefleksian itu harus ditemukan
suatu alternatif ide sehingga bisa di implementasikan dalam ranah pendidikan
yang nyata.
Bila ditilik lebih lanjut dari tiga
pertanyaan dasar tersebut, ada suatu masalah yang sekiranya menjadi problem
paling serius dalam dimensi pendidikan kita, yaitu mengenai pengajar atau guru.
Seringkali ditemui dalam masyarakat, terutama guru-guru yang mengajar di suatu
instansi pendidikan lebih utama lagi yang non PNS, selalu mengeluh akan gaji yang mereka dapat, terus apa
masalahnya dengan generasi muda?, jelas ini menjadi problem yang sangat
penting sekaligus berbahaya bagi generasi muda bangsa. Bila tunjangan guru
dalam instansi pendidikan tidak memadai dengan realitas kehidupan ekonomi yang
semakin menekan mau tidak mau seorang guru akan mencari alternatif lain untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi hidupnya sehingga menjadi seorang guru tidak
diprioritaskan lagi. Hal ini akan berdampak bagi kualitas pendidikan yang
diberikan guru pada anak didiknya. Realita sekarang banyak guru yang masih datang
tidak tepat waktu, dalam KBM juga malas-malasan memberikan materi pelajaran,
mulai dari tidak mempertimbangkan metode dan media yang tepat dalam kegiatan
belajar mengajar. Yang lebih ekstrimnya lagi penanganan bagi anak berkebutuhan
khusus yang tidak pada tempatnya. Ini juga menjadi problem yang sangat perlu
diperhatikan dalam dunia pendidikan. Instansi pendidikan kita seperti tidak
melihat permasalahan tersebut. Bisa dilihat dari sekolah dasar yang seharusnya
menjadi titik awal pijakan anak, seakan malah membuat bingung anak didik dengan
segudang mata pelajaran yang diberikan kepadanya. Burung yang seharusnya
diajari terbang malah diajak berenang, memanjat atau mungkin bergelantungan
diatas pohon.
Kompetensi dan kualitas seorang
pengajar harusnya di bidik dengan baik sehingga tak ada kesenjangan dalam dunia
pendidikan. Tak lupa kesejahteraan seorang pendidik juga harus diperhatikan.
Kalau boleh membandingkan kepala KAI Pak Ignasius saja bisa merubah income
seorang penjaga perlintasan kereta api, dari yang mulai hanya 1 juta menjadi
5-7 juta. Seharusnya kalo dipikir-pikir dimensi pendidikan itu lebih penting
dari apapun, karna pendidikan seseorang bisa jadi presiden, karna pendidikan
seseorang bisa menteri dan karena pendidikan pula seseorang bisa menjadi kepala
KAI, dan beragam profesi yang lain. maka hal ini perlu menjadi pekerjaan rumah
sekaligus refleksi bagi kita semua, kenapa pendidikan kok masih gini-gini
aja? Kenapa kesejahteraan pendidik kok tak diperhatikan? Ada apa ini? Apakah
ada yang salah? (red/ASH)
"Kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca, untuk pembelajaran bagi penulis. Bisa coret di kolom komentar! Kami ucapkan terimakasih karena telah membaca. Berkah manfaat selalu. Aaamiiinn"