![]() |
Pemuda yang berjuang |
Debu
yang mulai berterbangan sebagai pertanda pasukan dalam jumlah besar sedang
menuju suatu kota. Kota yang dahulu menjadi pesakitan banyak orang sebab
penyiksaan yang dilakukan oleh kaum yang berada ditempat itu. Pasukan itu berjumlah
sangat banyak, beberapa menaiki kuda diiringi dengan pancang bendera yang
berkibar. Pasukan besar itu dipimpin langsung oleh pemuda yang sabar, kuat, dan
tangguh yang dahulu mendapatkan penyiksaan di kota itu. Tersiar kabar tersebut,
penduduk kota merasa gelisah, cemas, dan takut. Mereka beranggapan bahwa pemuda
itu akan menuntut balas atas apa yang mereka perbuat tempo lalu. Memancung
kepala, atau mencambuk mereka dengan ganas. Kini penduduk kota itu hanya bisa
pasrah, penuh ketakutan dan tak mungkin bisa melawan, karena jumlah pasukan
yang datang jumlahnya sangat banyak. Kalaupun dipaksa melawan, hanya akan
menumpahkan darah dengan sia-sia. Komposisi pasukan yang dibawa oleh pemuda itu
terdiri dari musuh-musuh yang dahulu memusuhi pemuda itu sendiri yang kini
berada dalam golongan pemuda hebat itu sebagai bukti perjuangan dalam penegakan
kebenaran.
Kini
pemuda itu bersama dengan pasukannya menuju kota yang masih diselimuti dengan
kebohongan dan kemunafikan diantara penduduknya, pemuda itu hendak membawa
kebenaran pada kota itu. Anggapan penduduk kota itu, pasukan akan menyerang
penduduk kota sehingga banyak penduduk kota mencari tempat yang aman. Ada yang
bersembunyi dirumah masing-masing dengan mengunci pintu, ada juga yang pergi ke
rumah-rumah ibadah untuk memohon perlindungan kepada Pencipta. Namun ada
sekelompok penduduk kota yang berjumlah sedikit nekat menghadang para pasukan
itu agar tidak sampai ke kota yang penuh dengan kebohongan dan kemunafikan.
Alhasil yang dialami oleh sekelompok penduduk kota itu adalah mati yang tidak
ada perlawanan sama sekali karena ditebas oleh pedang bala tantara. Pasukan
lainnya berpencar tak tau arah. Pemuda yang memimpin pasukan itu menyesalkan
karena harus ada pertumpahan darah dalam proses itu. Padahal ia sangat menghindarkan
adanya pertumpahan darah dalam proses itu, namun hal itu tidak bisa dihindari
karena ia memimpin pasukan yang jumlahnya tidak sedikit.
Kini
pasukan itu menuju lokasi sumber kebohongan dan kemunafikan itu bersarang,
tujuannya adalah untuk merobohkannya sehingga penduduk kota itu berada bisa
dalam koridor kebenaran yang hakiki. Penduduk kota itu semakin merasa ketakutan
karena apa yang mereka yakini selama ini adalah kebohongan, semua yang mereka
yakini hanya sementara dan dapat dihancurkan dengan sangat mudah. Setelah semua
dihancurkan pemuda bersama dengan pasukannya mengucap rasa syukur yang mendalam
kepada TuhanNya, karena ia percaya bahwa segala perjuangan yang ia lakukan
tidak terlepas dari pertolongan Tuhan dan jangan pernah tidak menyertakan Tuhan
dalam setiap perjuangan. Kemudian pemuda itu meminta untuk seluruh penduduk
kota keluar dari persembunyiannya. Dengan kecemasan dan ketakutan yang dahsyat
penduduk kota mulai keluar dan berkumpul menghadap pemuda itu. Seakan menyampaikan
pesan tersirat melalui ekspersi, penduduk kota takluk, pasrah, dan menyerah
kepada pemuda itu. Bersama dengan angin ketakutan, para penduduk kota kemudian
menunggu apa yang hendak disampaikan oleh pemuda itu. Kemudian pemuda itu
berkata, “hari ini tidak ada cercaan untuk kalian. Silakan, kalian bisa
pergi”. Pemuda itu membebaskan dan memaafkan para penduduk kota yang dahulu
menyiksa, mencerca, memaki, dan menindasnya.
Pemuda
itu menunjukan sikap sebagai seorang manusia utuh dengan memutuskan untuk
memberi maaf. Dalam pemikiran Hannah Arendt, seorang pemikir Yahudi, bahwa maaf
adalah tindakan baru yang tidak terikat dengan tindakan sebelumnya. Sehingga
maaf bagi Hannah Arendt adalah dengan membebaskan keduanya, baik yang memaafkan
maupun yang dimaafkan. Alternatif pemaafan adalah penghukuman, banyak orang
yang tidak bisa memaafkan orang yang belum dihukum. Karena itu, maaf terbiasa
diikat oleh janji penghukuman demi menghidupkan tatanan baru yang lebih baik
dimasa depan. Situasi ini seperti yang dialami oleh Negarawan asal Afrika
Selatan, Nelson Mandela. Nelson Mandela yang ditawan puluhan tahun dalam
penjara, dan ketika hari pembebasannya datang benak pikirannya dipenuhi dengan
keinginan untuk pembebasan. Kemudian Nelson melakukan kontemplasi yang kelak
menjadi basis bagi upaya rekonsiliasi pada setiap negara yang baru bebas dari
penindasan. Kalimat hasil kontemplasinya begitu berarti bagi seorang pejuang
kemanusiaan, “……mungkin diperlukan penindasan yang begitu kejam untuk
menghasilkan tokoh-tokoh yang begitu agung. Negara saya kaya mineral dan
berlian yang terdapat dibawah tanahnya, tetapi saya selalu mengetahui bahwa
kekayaan terbesar adalah rakyatnya, lebih asli dan lebih berkilau dari berlian
yang lebih indah sekalipun. Saya mempelajari bahwa keberanian bukan berarti
tidak memiliki rasa takut, tetapi ia adalah kemenangan atas rasa takut itu
sendiri. Karena itu orang yang berani adalah orang yang tidak merasakan takut,
tetapi orang yang dapat mengalahkan rasa takut itu. Ingatlah, kebaikan manusia
adalah cahaya yang dapat disembunyikan tapi tak dapat dipadamkan. Selama
bertahun-tahun panjangnya dan sepi, itulah kerinduan kepada kebebasan bangsa
saya sendiri menjadi kerinduan mengenai kebebasan seluruh rakyat, putih dan
hitam. Saya mengetahui benar, bahwa penindas harus dibebaskan serupa dengan
orang yang ditindas. Orang yang merebut kebebasan orang lain adalah tahanan
dari kebencian, ia terkurung dibelakang terali prasangka dan cara berpikir yang
sempit. Saya tidak benar-benar bebas kalau saya mengambil kebebasan orang lain,
sama seperti saya tidak bebas kalau kebebasan itu diambil dari diri saya. Yang
tertindas maupun penindas sama-sama kehilangan kemanusiaan mereka!”. Gema
itu berasal dari kekuatan kebaikan dalam diri seorang pejuang.
“Orang Bijak adalah Ia Yang Dapat Mengambil
Hikmah Dari Setiap Kejadian”
Gubuk Derita, 17 Januari 2021