HAM atau Hak
Asasi Manusia merupakan hak yang melekat dalam diri seseorang dari mulai ia
lahir kedunia sampai ia meninggal dunia. Secara sosiologis, setiap orang sudah
mempunyai hak asasi didalam dirinya masing-masing, namun secara legalitas melalui
jurnal Hak Asasi Manusia Tinjauan Aspek Historis dan Yuridis tulisan Sri Rahayu
Wilujeng, hak asasi manusia baru diakui secara hukum sekitar 600 SM sehingga
baru bisa dilakukan penegakan atas HAM, itupun belum berlaku secara universal,
melainkan hanya berlaku internal. Penegakan HAM pada waktu itu dilakukan oleh
negarawan Athena bernama Solon yang menyusun undang-undang untuk menjamin
keadilan dan persamaan bagi setiap warga negara Athena. Kemudian Socrates dan
Plato mempertegas kembali kepada seluruh warga agar berani melakukan kontrol
sosial kepada pemerintah yang mengabaikan keadilan dan kebebasan manusia. Sedangkan
Aristoteles menganjurkan persamaan bagi warga negara dalam bidang pemerintahan
tanpa adanya diskriminasi. Dari sini terbukti bahwa gagasan tentang hak asasi
manusia sudah ada dan berkembang sejak lama.
Dalam
sejarah perkembangannya di dunia, Thomas Aquinas dan John Locke turut
menyumbangkan pemikirannya terkait tentang HAM, mereka menganggap bahwa HAM
bersumber dari teori hak kodrati (natural rights theory) yang dimana
semua manusia dianugerahi hak kodrati yang menyatakan bahwa setiap individu
adalah makhluk otonom yang memiliki hak alamiah berupa hak hidup, kebebasan dan
hak milik. Selain itu menurut Grotius yang juga sepaham dengan natural
rights theory, menyatakan bahwa setiap orang harus menikmati hak-haknya
dengan bantuan masyarakat untuk mempertahankan hidup, kebebasan, dan miliknya. Dalam
hal ini jelas bahwa hak asasi manusia sudah melekat pada manusia itu sendiri,
hanya saja terkadang kebanyakan orang masih belum memahami haknya secara penuh,
sehingga menjadi salah satu faktor pelanggaran HAM secara terus menerus.
Penting kiranya memahami hak manusia secara penuh, sebagai batasan atas hak-hak
manusia yang lainnya sehingga kasus-kasus pelanggaran HAM bisa di minimalisir.
Beberapa
negara telah menyatakan komitmennya untuk sama-sama menegakan HAM. Pada awal
abad ke XII, Inggris sudah mulai menyusun berbagai perjanjian damai untuk
melindungi hak asasi warganya, hal itu mulai terjadi saat Raja John Lackland
berkuasa di Inggris, ia memiliki sikap yang semena-mena terhadap warganya
sehingga ia tidak disukai oleh berbagai lapisan masyarakat dari mulai rakyat
biasa hingga kaum bangsawan. Dengan pengaruh yang dimiliki kemudian para
bangsawan mengajak Raja John untuk membuat perjanjian yang disebut Magna Charta
(Piagam Agung) yang terdiri dari 63 aturan yang memuat hak-hak yang harus
diberikan untuk memerdekakan manusia, sehingga manusia disana tidak lagi
terbelenggu dalam tindakan semena-mena pemimpinnya. Selain Magna Charta,
Inggris terus melakukan penguatan untuk melindungi dan menjaga hak-hak setiap
warganya. Pada tahun 1689 keluarlah Bill of Rights di Inggris yang
berisi pembatasan kekuasaan raja serta pengakuan terhadap hak-hak rakyat. Sementara
itu di bagian benua Eropa, benih-benih perlindungan terhadap kemanusiaan mulai
muncul, momentum awalnya pada Perdamaian Westphalia pada tahun 1648, yang
mengakhiri perang tiga tahun, yang menetapkan asas persamaan hak bagi agama
Katolik Roma dan Protestan di Jerman.
Amerika
Serikat juga turut memikirkan hak rakyatnya, waktunya adalah pada abad ke 18 dalam
perkembangan sosial Amerika Serikat yang dipengaruhi gagasan John Locke (natural
rights theory), mereka menghubungkan kebebasan beragama dengan perjuangan
kebebasan politik. Saat Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat pada Tahun 1776,
Amerika menyatakan bahwa setiap laki-laki diciptakan setara dan mereka memiliki
hak yang tidak bisa dicabut, terkait dengan hidup, kebebasan, dan kebahagiaan.
Di Amerika juga lahir The Virginia Declaration of Rights, deklarasi yang
mencantumkan kebebasan pers, beragama, dan hak-hak yang diturunkan dari proses
hukum sebagai kebebasan khusus yang dilindungi dari intervensi pemerintah.
Kemudian
pada tahun 1789 The Declaration of The Rights of Man and The Citizens yang
merupakan hasil penting dari Revolusi Perancis menjadi momentum bagi penyusunan
dan pelembagaan HAM sebagai praktik sosial politik Internasional. Deklarasi ini
mencakup posisi yang setara dihadapan hukum, kebebasan dari penangkapan
sewenang-wenang, praduga tak bersalah, kebebasan berekspresi, kebebasan agama,
keamanan, kebebasan umum untuk melakukan segala sesuatu yang tidak menyakiti
orang lain, dan hak kepemilikan.
Titik penting upaya penegakan HAM di dunia terjadi ketika Deklarasi Universal HAM pada 10 Desember 1948. DUHAM ini diyakini memiliki sifat universal, dimanapun dan kapan saja dapat diberlakukan, hasil elaborasi dalam berbagai perjanjian internasional yang kemudian menjadi standar dasar tentang perilaku terutama antara negara terhadap warganya. Dua diantaranya yang paling pokok adalah Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik serta Konvenan Hak-hak Ekonomi. Sosial dan Budaya. Gabungan ketiganya seringkali disebut sebagai Konstitusi Internasional HAM. Ini merupakan komitmen negara-negara demi melindungi dan menegakan hak asasi manusia, karena yang lebih penting dari politik adalah kemanusiaan.